Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Biaya Hidup (baca: Belanja) di Denmark

Denmark memang negara mahal, lebih mahal dari  biaya hidup di Belgia  dulu. Tapi entah kenapa, saya merasa Kopenhagen lebih hidup ketimbang Brussels. Dari atmosfir tempat nongkrong, banyaknya arsitektur keren, hingga orang asing yang berstatus pelajar hingga pekerja memenuhi sudut Kopenhagen menjadikan negara ini lebih internasional. Ketimbang Kopenhagen, sebenarnya Aarhus lebih cocok disebut sebagai kota pelajar. Banyak mahasiswa Indonesia yang tinggal di Denmark pun sebenarnya kuliah di kampus Aarhus. Tapi karena banyak kampus keren seperti KU (University of Copenhagen), DTU (Technical University of Denmark), KADK (Royal Danish Academy of Fine Art), CBS (Copenhagen Business School), atau KEA (Copenhagen School of Design and Technology) berlokasi di sekitar area Kopenhagen, makanya kehidupan anak muda di kota ini terasa lebih seru. Well, might be because I'm a city person. Setahun lebih tinggal di Denmark, saya masih sedikit amazed betapa mahalnya negara ini. Herannya, meski

Fakta Tentang Bahasa Denmark

Wohooo.. Sudah nyaris satu tahun yang lalu saya membuat postingan tentang bahasa Denmark , tahun ini saya sudah masuk Modul 4. Apa yang menarik dari modul ini? Pelajaran tata bahasa makin sulit, tapi saya belum bisa juga bicara dengan baik. Di kelas saya, mayoritas siswanya memang nyaris 90% bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Daripada capek-capek memikirkan kata per kata dan menyusun hingga jadi kalimat dalam bahasa Denmark, saya dan mereka keseringan berganti ke bahasa Inggris saja. Jadi bisa dibayangkan betapa beratnya perjuangan siswa kelas saya di bagian s peaking bahasa Denmark ini. Teman-teman au pair ataupun non-au pair yang dulu sempat mengambil kelas bahasa Denmark, banyak yang memutuskan menyerah. Begitu pun juga saya. Meskipun sempat  up  dan  down  menyusun mood datang ke sekolah, akhirnya saya putuskan untuk kembali datang ke kelas menemui teman-teman seperjuangan. Semakin dipelajari, semakin banyak fakta menarik soal bahasa bangsa Viking ini. 1. Datar dan tan

REYKJAVÍK: Menelusuri Kota Sepi Bergaya Eropa Klasik di Akhir Pekan

"Kamu jadi pergi ke Irlandia? Eh, yang terkenal dari sana apa sih?" tanya seorang kenalan. "Westlife!" jawab saya. "Kak, jadi pergi ke Sislandia?" tanya Rika, beberapa saat setelah melihat status terbaru saya di BBM. "Hah? Emang ada di peta?" tanya saya balik. ISLANDIA, sodara-sodara! Saya liburan ke Islandia, bukan ke kedua tempat yang Anda sudah sebutkan. Seriusan, saat saya menyebutkan Reykjavík, banyak yang tidak tahu dimana letak kota ini berada. Dari letak geografisnya pun, banyak yang bingung, negara ini masuk bagian Eropa atau tidak. Apakah visa Schengen bisa digunakan atau mesti apply visa baru. Iya bisa. Islandia masuk bagian negara Nordik yang letaknya paling utara Eropa. Karena masuk salah satu negara Schengen, tidak perlu lagi apply visa baru untuk datang kesini.

WARSAWA: Menemukan Tempat Terbaik di Area Miskin Turis

Setelah menghabiskan waktu seharian penuh bergumul dengan turis di area Old Town, akhirnya saya sepakat untuk selesai berpadat-padat ria di pusat kota di hari kedua. Teman Belgia saya, Mittchie, yang juga ikut travelling kali ini, juga sepakat mengikuti kemana arah langkah kaki saya saja. Meskipun kebanyakan turis mendatangi Warsawa untuk menelusuri jejak perang dunia, saya dan Mittchie sepertinya tidak terlalu tertarik. Kami pun mencoret habis-habisan daftar museum sejarah saat berada di Warsawa. Saya termasuk yang super lelet bangun menikmati keindahan kota, lebih sering berleye-leye di kafe, dan terlalu santai berjalan-jalan menikmati setiap detail yang menarik perhatian. Boleh jadi saya datang ke area pusat kota, mencicipi makanan khas lokal di restoran yang penuh turis, tapi tidak selamanya saya harus berpegang teguh dengan apa yang tercantum di Trip Advisor. Kecuali saya memang datang ke Polandia untuk belajar sejarah, then the case could be different.

NOODLE STATION: Tempat Makan Terbaik di Mahalnya Reykjavík

Untuk urusan perut saat travelling, saya cukup yang tidak ingin ambil aman. Saya tidak terburu-buru mencari Mekdi ataupun Subway terdekat hanya karena murah. Daripada menyerah dengan burger asal Amerika, saya malah ke supermarket mencari buah, yoghurt, ataupun mie instan kalau sedang kehabisan uang dan tidak bisa mencicipi makanan lokal. Don't get me wrong! I do love burger and fries, but show me the local ones please ;) So, what I always do before travelling? Always study place to eat beforehand! Di pusat kota Reykjavík, saya tidak menemukan makanan cepat saji semisal Mekdi, Subway, maupun rekan-rekannya. Bagus! Seputar area downtown Reykjavík, saya hanya melihat restoran lokal khas Islandia, masakan oriental, ataupun hotdog terenak yang kata orang sangat recommended ! Sebelum ke Islandia, saya memang sudah membaca reputasi bagus bar soup di daerah Laugavegur, Noodle Station . Beruntung sekali, hostel yang akan saya tempati hanya 2 menit jalan kaki dari tempat i

PRAHA: Liburan Dari Kafe ke Kafe

Setelah memutuskan memilih negara-negara murah di Eropa tengah untuk liburan musim panas, saya sudah mewanti-wanti seorang teman untuk memasukkan Praha sebagai kota terlama yang akan kami kunjungi. Teman Belgia saya, Mittchie, juga setuju kalau kami memang wajib mengunjungi Praha lebih lama. Praha, ahh little sister of Paris , katanya. Mulai dari distrik Letna yang kalem, trekking ke bukit hingga sampai di Metronome dan melihat keindahan Praha dari ketinggian, TV Tower, hingga banyaknya bangunan warna-warni didominasi warna oranye yang manis. Tapi saya sebal kalau hanya menyusuri Praha dari Old Town saja. Sama seperti halnya Paris, turis di Praha juga selalu memenuhi daerah pusat kota. Saya bosan tiap jalan beberapa meter selalu saja menemui aktor dan aktris K-Pop KW 3. Seriusan, mereka ada dimana-mana! Oke, karena saya dan Mittchie juga tidak terlalu suka s ightseeing dan berkumpul dengan turis, akhirnya kami putuskan memasukkan agenda wisata kuliner di Praha. Ketimbang

8 Ways How to be a Dane

Danes are the happiest creatures on earth, people said. I know, the starter is so mainstream, but that's all that I can think right now. Living for a year and (still) more with Danish family opens my mind and eyes to know their culture better. In my opinion, Danes are happy because they know how to manage time between working and having fun at the same time. They are laid-back towards life, have a strong connection with their old friends, and enjoy the comfort of how Denmark gives them. Danes love their country so much! I know, some Danes hate to be Danes and sometimes want to be judged as an international person by foreigners. But don't get me wrong, they still love the privileges of Denmark system that they're hard to refuse (even living far far away now). If we're living in Denmark and thinking of being a local, the key point is learning Danish first. Trust me, even Danes would think we are part of them if we could say some phrases in their language. Even your

5 Alasan Kenapa Musim Gugur Adalah Musim Terbaik

Bulan Oktober hampir selesai, tapi masih ada satu bulan lagi sebelum musim gugur tergantikan magisnya musim dingin . Meskipun lahir di musim semi, tapi saya suka hembusan semilir angin dingin-dingin empuk dan dedaunan garing yang hanya ada di musim gugur. Berikut lima alasan mengapa saya menyukai musim gugur dan kamu juga harus menyukainya! 1. Musim paling berwarna sepanjang tahun Walaupun negara terbaik menikmati musim gugur adalah Kanada, namun beberapa jenis pepohonan yang ada di Eropa juga mulai terlihat cantik berganti warna di pertengahan musim. Mata kita yang tadinya teduh dan sejuk melihat pepohonan hijau di musim panas, menjadi lebih syahdu dan hangat ketika melihat hijaunya daun tergantikan warna merah, kuning, dan cokelat, hingga akhirnya gugur dan memenuhi tanah. Makna epiknya, entah kenapa sesuatu yang mati justru terlihat indah. Musim gugur juga mengajarkan kita untuk merelakan sesuatu yang memang harusnya pergi hingga tergantikan lagi yang baru. Heart struck!

Best Cute Coffee Shops in Copenhagen

Danes are heavy alcohol drinkers at night, but slowly coffee sipper during the day. They know how to make quality time with friends, families, the loved ones, or even dates, just by a cup of coffee. Not only with companies, I've spotted some loners also enjoy their hygge-time with Macs or books in the middle of cafés. To be honest, I'm not a fan of coffee. Instead of ordering coffee with the latte, I will choose chai latte as always. But, what's the real fun of sipping my chai latte in town while I can make it at home all the time? Well, it's about tasty dishes, latte art, plush armchairs and a relaxed atmosphere with locals! The fundamentals of good coffee shops can be many. But Copenhagen's best ones must undoubtedly be something special to beat an unusually strong field of cool coffee shops and glorious fun spots. The best coffee in town is probably what coffee lovers looking for. But since I'm not, I always try to go to places where I can sip my chai an

Berniat Pacaran dengan Cowok Skandinavia? Baca Ini Dulu!

"Semua cowok itu sama!" No! Tunggu sampai kalian kenalan dan bertemu dengan cowok-cowok tampan namun dingin di Eropa Utara. Tanpa bermaksud menggeneralisasi para cowok ini, ataupun mengatakan saya paling ekspert, tapi cowok Skandinavia memang berbeda dari kebanyakan cowok lain di Eropa. Meskipun negara Skandinavia hanya Norwegia, Denmark, dan Swedia, namun Finlandia dan Islandia adalah bagian negara Nordik, yang memiliki karakter yang sama dengan ketiga negara lainnya. Tinggal di bagian utara Eropa dengan suhu yang bisa mencapai -30 derajat saat musim dingin, memang mempengaruhi karakter dan tingkah laku masyarakatnya. Orang-orang Eropa Utara cenderung lebih dingin terhadap orang asing, ketimbang orang-orang yang tinggal di kawasan yang hangat seperti Italia atau Portugal. Karena hanya mendapatkan hangatnya matahari tak lebih dari 3-5 minggu pertahun, masyarakat Eropa Utara lebih banyak menutup diri, diam, dan sedikit acuh. Tapi jangan salah, walaupun dingin dan hampa

Mewahnya Penerbangan Internasional Kelas Bisnis Singapore Airlines Rute Kopenhagen - Singapura - Jakarta

Bermula dari niat yang belum ingin pulang kampung ke Indonesia, tiba-tiba saya dikagetkan dengan kiriman tiket pesawat dari kakak yang ada di Palembang. Sebelumnya memang beliau sudah tahu kalau saya masih beralasan tidak punya uang untuk pulang. Namun karena rasa sayangnya (uhukk), sebulan sebelum keberangkatan saya sudah dikirimi tiket pesawat yang tidak tanggung-tanggung, kelas bisnis! Maskapai yang dipilihnya pun bukan maskapai sembarangan, Singapore Airlines. Saya yang kere ini, harus kaget ketika tahu berapa harga tiket pergi yang harus beliau bayar melalui tagihan kartu kreditnya. Perbedaannya bisa sampai 4 kali lipat dari tiket kelas ekonomi.

Which One For You: Living in the Big City, Suburbs, or Countryside?

When writing this article, I'm admittedly hungry and craving for Ramen. It's been over a month since I've never eaten out with my girls again. We're totally busy with new boyfriends, summer vacation, working, and also another reason we never talk honestly. Longing for spending some money to dine out, makes me getting bored of something in the refrigerator. It always ends up with salmon (and salmon). Duh! So what to do with Ramen? Yes, because Japanese restaurant does only exist in Copenhagen and I'm living about 11 km away. Sadly, I had to be forlorn just eating cereal tonight. Although I can call the restaurant and ask for delivery, but the area where I live is too far away. The average food can be delivered is only pizza or sushi around here. All right, so this the fate living in the suburbs. Sort of experiences of living in big cities, suburbs, and had also lived in the countryside for 7 months in Belgium, allow me to make a comparison of the ups and downs

I Can Never Make Friends with Danes

November last year, when I returned to Belgium and waited for a train to Brussels from Charleroi, I sat in the empty chair next to an old man in the lobby. The old man was ready to open his lunch box, when I glimpsed, they were bread and bacon. Hose ten minutes later, the old man suddenly greeted me with a friendly smile, " Bonjour, madamoiselle. " I turned toward him and inevitably greeted back with a stiff smile. From that time, the conversation with the old man began. The old man was initially asked about my origins in French. But since I already stammered to answer the question, finally the old man is willing to change to Dutch. (FYI, I learned Dutch and French when I was in Belgium.) Unfortunately, he did not stop babbling and made his meal spurting everywhere. Like a police inspector (or might be just try to be nice), randomly I asked about his life then get an answer by turned lonely after being left by his wife. The longer, this old man also spoke in louder voic

COPENHAGEN: Place for Going Out and Design Lovers

Came to Copenhagen about a year ago, I was a bit skeptical with this tiny city. What Copenhagen have beside the landmark colorful port? I had asked a local guy in Tinder and he just replied firmly, "depends on what do you want. Check out those plenty of bars!" Okay, bars are everywhere I guess. Like any other capital cities in Europe, Copenhagen also has lots of museum and some sightseeing places (where I think a bit boring). I actually don't really like museums and any ancient building like castle or old church. What I enjoy is visiting places where the locals are, mingling with them while relaxing, and not always have to check must-visit box all the time. Almost a year, back and forth Herlev-Copenhagen, I realized Copenhagen is totally monotonous. Since my place only have buses going to Nørreport Station, so this is the most comfortable route I prefer to catch the town. But, this is also tremendously tedious by stopping in Norreport station or Strøget, strolling alo

Pilih Mana: Tinggal di Kota Besar, Pinggir Kota, atau Pedesaan?

Saat menulis tulisan ini, sebenarnya saya sedang lapar dan ngidam ramen. Sudah lebih dari sebulan ini saya memang absen makan di luar bersama teman geng karena sedang berpuasa. Rindu sudah lama tidak makan di luar, membuat saya mulai bosan isi makanan dalam kulkas. Duh! Lalu apa hubungannya dengan ramen? Iya, karena restoran ramen cuma adanya di Kopenhagen, akhirnya saya harus manyun makan sereal dulu malam ini. Walaupun bisa delivery, tapi ternyata daerah tempat saya tinggal terlalu jauh dari restoran mereka. Makanan yang bisa diantar rata-rata hanya pizza atau sushi di sekitar sini. Nasib tinggal di pinggiran kota ya beginilah. Mengurut dari pengalaman tinggal di kota besar, pinggir kota, dan sempat juga tinggal di pedesaan selama 7 bulan di Belgia, membuat saya bisa membuat perbandingan tentang suka duka tinggal di daerah tersebut. Walaupun setiap negara dan kota tidak bisa disamakan, namun secara generalisasi, beginilah plus dan minus yang pernah saya rasakan. Tinggal di kota

9 Alasan Positif Mengapa Harus Ikut Kegiatan Sukarelawan

Baru-baru ini, akhir pekan saya harus tergadaikan karena diisi dengan acara ataupun festival yang ada di Kopenhagen dan area sekitarnya. Bukan dengan sengaja datang sebagai peserta atau penonton, tapi bekerja sebagai sukarelawan di acara tersebut. Iya, bahkan akhir pekan pun saya memutuskan untuk tetap bekerja. Saya memang sudah tahu kegiatan sukarelawan sejak dulu. Tapi jujur saja, baru sekarang bisa benar-benar mengikuti dan terlibat langsung di dalamnya. Saya ingat betul, saat mendaftar ke salah satu program beasiswa pemuda ke Jerman, mereka sempat menanyakan tentang kegiatan sukarelawan yang pernah diikuti saat pengisian formulir. Saya bingung, tidak ada kegiatan sukarelawan yang pernah saya ikuti selama ini. Malu, merasa ada kesempatan yang hilang, hingga minder bercampur menjadi satu. Padahal, pengalaman mengikuti kegiatan sukarelawan adalah salah satu poin penting yang akan dinilai oleh juri. Di kota kelahiran saya, Palembang, kegiatan sukarelawan memang nihil. Ada, sukare

Kopenhagen: Kota Pecinta Desain dan Rileksnya Nongkrong

Pertama kali datang ke Kopenhagen , saya sedikit skeptis dengan kota mini ini. Apa yang Kopenhagen miliki selain pelabuhan dengan bangunan warna-warninya? Sempat bertanya dengan cowok lokal di Tinder, saya malah dijawab tegas, "apa yang kamu mau? Banyak bar tuh!" Oke. Sama seperti ibukota lain di Eropa, Kopenhagen juga memiliki museum dan segala bentuk tempat tamasya lainnya. Saya sebenarnya kurang begitu menyukai museum ataupun bangunan-bangunan kuno semacam kastil ataupun gereja tua. Gaya jalan saya sebenarnya lebih senang mengunjungi tempat-tempat yang banyak orang lokalnya, rileks, dan tidak selalu harus menconteng daftar must visit. Nyaris setahun tinggal di Denmark dan lebih sering bolak-balik Kopenhagen, saya menyadari kalau Kopenhagen memang cukup membosankan. Apalagi kalau hanya bolak-balik stasiun Nørreport atau Strøget menuju Kongens Nytorv lalu berlabuh di Nyhavn, yang selalu ramai oleh turis. Wah, benar dah, bosan! Kembali ke jawaban si cowok Tinder, sebena

STOCKHOLM: Kota Trendi, Gudangnya Cowok Cewek nan Modis

Saya memang sudah jatuh cinta dengan Stockholm sejak tinggal di Indonesia. Salah satu MLM kosmetik, si O, yang memang asalnya dari Swedia sering sekali membuat para anggota MLM bergiat-giat ria menuntaskan isi tabungan agar dapat poin. Kumpulan poin dan jaringan anggota pun diyakini memang bisa membawa beberapa orang berkunjung ke Stockholm. Saya? Hah, hanya anak muda pemakai kosmetik yang jauh dari kata sukses di MLM. Stockholm rasanya begitu jauh dari Indonesia. Tapi entah kenapa walaupun jauh, saya yakin saja suatu kali bisa kesini. Benar saja,  finally here I am now, in Stockholm, tanpa embel-embel MLM. Kunjungan pertama saya ke Stockholm kali ini sebenarnya bukan dalam rangka sengaja jalan-jalan atau w eekend getaway . Yang pertama, saya hanya ingin kesini demi menuntaskan rasa penasaran. Yang kedua, karena seorang teman memang tinggal di Swedia, kebetulan pula hari ulang tahun saya saat weekend , jadinya saya datang hanya ingin merayakan ulang tahun bersama dia. Sayangnya,

9 Hal yang Harus Dilakukan Saat Tinggal di Luar Negeri Agar Lebih Bermakna

Berkesempatan tinggal di luar negeri memang bukanlah untuk semua orang. Baik itu untuk keperluan studi, pertukaran budaya, au pair, ataupun ikut keluarga. Orientasi selama hidup di luar negeri tentunya tidak hanya sebatas foto-foto lalu dipamerkan secara halus di media sosial. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan agar sekembalinya ke Indonesia, kita tidak merasa kehilangan momen penting selama hidup di negara orang. 1 . Make friends and stay connected Berteman dengan orang asing di negara asing memang tidaklah mudah, terlebih lagi kalau kita termasuk orang yang pemalu. Di Denmark sendiri, banyak para imigran dari negara tetangga yang juga merasa kesulitan berteman dengan orang lokal . Orang-orang dari Eropa Utara memang cenderung tidak terlalu terbuka dengan orang asing, terutama yang tidak bisa bahasa mereka. Tapi daripada mati kesepian, cobalah untuk tetap berteman dengan orang-orang yang bukan sebangsa kita. Orang-orang dari Asia, Eropa Timur, ataupun Amerika cukup sociable

My First Ballet and If It's Also Yours

Watching ballet in my home country is portraying high-class levels, rich people, luxuriousness, and elegancy. I've never been to any ballet performance in Indonesia, but never wanted to do so because even I've never tried to check, I'm pretty sure the ticket must be so expensive. This event is so rare and not typical Asian thing. Young people prefer to watch big or local music instead. Moving to Europe makes me want to feel a new experience, embracing the cultures more and more. Here, the ticket price is "not" so expensive, especially if you're a student. For my first ballet, I've got discount for 40% just because I'm under 24. But of course, in some places, they have discount up to 50% for students. I really remembered my first ballet in Europe, while I was so confused what should I wear and where should I sit. Before my first ticket, I've tried to look for some information regarding the best seat-yet-cheap or proper attire to go. So, if th

Hangatnya Malmø dan Cowok Swedia

Saya memang tidak banyak cerita soal kencan-kencan singkat saya di Eropa . Tapi entah kenapa proses ketemuan sekali ini sedikit lucu, malu (walaupun saya cukup tidak tahu malu), dan berbeda dari kencan sebelum-sebelumnya. Martin adalah cowok Swedia pertama yang saya temui baru-baru ini. Karena sudah kenal sejak 4 bulan yang lalu dan hanya bicara lewat WhatsApp, saya paksa saja dia ketemuan karena sudah capek mesti berkomunikasi via teks terus-terusan. Kami berkenalan dari salah satu online dating  yang lagi dan masih hip di Eropa —— you know it, Tinder! Tapi karena sudah mengobrol terlalu lama dan panjang, jadinya kita lebih mirip seperti teman baru. Meski titelnya tetap "kencan pertama", tapi saya katakan ke Martin kalau anggap saja ketemuan kali ini lebih seperti reunian. Walaupun sedikit aneh reunian dengan orang yang belum pernah ketemu sebelumnya, akhirnya Martin setuju-setuju saja. Setelah mengatur waktu ketemuan yang cukup sulit, kita akhirnya sepakat ketemuan di

Sulitnya Berteman dengan Orang Denmark

Bulan November tahun lalu, saat saya kembali lagi ke Belgia dan menunggu kereta ke Brussels dari Charleroi, saya duduk di bangku kosong bersebelahan dengan seorang kakek-kakek di lobi. Si kakek lagi bersiap membuka kotak makan siangnya, yang saat dilirik berisi roti dan bacon. Selang sepuluh menit kemudian, si kakek tiba-tiba menyapa saya dengan senyuman ramah, " bonjour, madamoiselle. " Saya pun mau tidak mau menyapa balik dengan senyuman kaku. Dari situ, percakapan dengan si kakek dimulai. Si kakek awalnya bertanya tentang asal-usul saya dalam bahasa Prancis. Tapi karena saya sudah terbata-bata menjawab pertanyaannya, akhirnya si kakek bersedia mengganti dengan bahasa Belanda. Dia tidak berhenti mengoceh s ambil mengunyah sampai isi mulutnya  muncrat kemana-mana.  Saya pun cukup kepo bertanya tentang kehidupannya yang ternyata kesepian setelah ditinggal sang istri. Semakin lama, si kakek juga bicara dengan suara yang cukup keras hingga menganggu orang yang duduk di