Langsung ke konten utama

Postingan

Pacaran, Siapa yang Bayar?

Estimasi Waktu Baca:
Saya cukup jengah mendengar beberapa komplain dari para au pair pencari cinta yang saya temui di Eropa. Urusan cinta mereka memang bukan urusan saya. Terserah mereka ingin mencari cowok dari belahan dunia mana pun. Tapi please, be independent, Girls! Siang ini saya lagi-lagi mendengar keluhan yang sama dari seorang teman yang membandingkan pacarnya dengan pacar au pair Filipina . Entah kenapa, si teman ini merasa gadis Filipina yang dikenalnya selalu beruntung dan bisa dengan mudah saja mendapatkan pacar. Tak hanya sampai disitu, si au pair Filipina ini juga bisa membujuk pacarnya untuk menikahi doi sebelum masa kontrak berakhir. Betul-betul cerdik memanfaatkan kesempatan untuk menjamin permit tinggal tanpa harus pulang dulu ke negaranya. Satu lagi yang membuat teman saya ini iri, pacar si Filipina tersebut dengan royalnya juga menggelontorkan sejumlah uang untuk membiayai semua biaya  travelling  ke negara asal si cewek. Lalu nasib si teman saya ini, boro-boro d...

Au Pair: Tukang Masak Keluarga

Estimasi Waktu Baca:
Banyak teman saya yang sejak hijrah ke Eropa jadi suka  hang out di dapur dan pintar memasak. Ada satu teman yang sengaja memajang banyak hasil olahannya dan memamerkan kepandaiannya memasak demi menyenangkan perut si pacar. Karena mungkin sudah banyak mendapatkan respon positif dari keluarga si pacar dan teman terdekatnya, teman saya ini langsung percaya diri membuka katering pribadi yang sudah punya laman khusus di Facebook. Lini masa Facebook dan Twitter saya pun sering kali dipenuhi postingan teman Asia yang menunjukkan makanan hasil buatannya. Kadang sekalian kumpul-kumpul, ada saja yang dimasak. Lalu jangan lupa, difoto dulu. Saking banyaknya masakan yang sering dibuat, ada album khususnya sendiri! Hebatnya, teman-teman ini tidak hanya masak makanan khas dari negaranya, tapi juga belajar masakan daerah lain. Dari yang coba-coba membuat pastry Prancis, tapas khas Meksiko, hingga sushi. Foto yang dibagikan pun terlihat menarik karena makanannya kelihatan enak...

4 Alasan Saya Lanjut Kuliah Master di Norwegia

Estimasi Waktu Baca:
" Kuliah S2? Nanti dulu! " kata saya dua tahun lalu. Di postingan tersebut juga dituliskan beberapa alasan yang mendasari saya belum ingin lanjut kuliah lagi. Salah satunya adalah karena kuliah itu melelahkan. Tahun depan sudah pas 5 tahun saya menjajakan kaki di Eropa dan tinggal di rumah keluarga angkat sebagai au pair. Tapi semakin lama jadi au pair, saya merasa mengalami brain dead karena salah satu hal yang saya rindukan selama ini adalah berpikir kritis ala mahasiswa. Meskipun masih terus rutin datang ke kelas bahasa, namun materi pelajarannya tidaklah seintensitas pembelajaran akademik di kampus. Lagipula, kelas bahasa tersebut hanya 2-3 kali seminggu. Awalnya sangat termotivasi, tapi lama-lama bosan juga karena tantangannya sebatas  daily life talking yang masih sering bernego dengan English . Lanjut kuliah di luar negeri juga bukan cita-cita baru kemarin sore. Saya memang berniat ingin kuliah lagi, namun selalu terkendala urusan biaya dan kemampuan bahasa Ing...

Pengalaman Tes IELTS Kedua di IALF Palembang

Estimasi Waktu Baca:
Kalau kalian perhatikan, blog saya miskin postingan sejak bulan lalu. Percayalah, saya juga merasa bersalah kalau absen mengisi blog setiap minggunya. Tapi fokus saya teralihkan karena harus belajar IELTS lagi untuk tes di awal Januari. Hampir dua tahun lalu saya pernah ikut tes di Kopenhagen, tapi nilainya belum memenuhi syarat minimum penerimaan kuliah Master. Iya, saya memang berencana lanjut kuliah di Eropa selepas au pair ini. Karena di pertengahan Januari saya akan pulang dulu ke Palembang, saya berharap bahwa jadwal tes akan sama dengan jadwal kepulangan kesana. Kalau tidak, opsi lainnya saya harus ke Surabaya, Denpasar, atau Jakarta yang jadwalnya lebih sering. Tapi lumayan, bisa menghemat biaya ketimbang harus tes di Oslo yang harganya nyaris 5 juta rupiah! Baca juga: Daftar Kuliah di Kampus Oslo Di Palembang sendiri tes IELTS diselenggarakan oleh IDP dan IALF yang jadwalnya kadang hanya sekali atau dua kali per bulan. Biaya tesnya sebesar 2,9 juta rupiah dan hampir ...

Katakan "THANK YOU"

Estimasi Waktu Baca:
Seorang kenalan menyapa via WhatsApp. Saya melirik ponsel sebentar, lalu tahu kalau si kenalan ini ternyata ingin minta bantuan. Katanya dia sudah bertanya ke teman yang lain, tapi tidak ada yang bisa membantu. Saya tidak pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya. Yang saya tahu hanya namanya.  Baru kenalan pun sehari yang lalu karena doi ini mengaku temannya teman saya. Foto di WhatsApp juga tidak jelas sehingga sulit mengenali si empunya wajah. Katanya dia betul-betul urgent ingin minta tolong. Saya tidak bisa membantu kala itu namun hanya coba memberikan banyak informasi yang mungkin bisa menjadi solusi. Seharian si kenalan mencoba bertanya ulang ke saya lagi dan lagi. Meskipun lagi sibuk babysitting , saya jadi tak tega dan ikut mencari informasi lain yang sekiranya bisa membantu.

Cowok Norwegia di Online Dating

Estimasi Waktu Baca:
Saya tidak pernah berpikir untuk kembali berkencan dan mencari teman jalan lagi di Norwegia. Terakhir kali menggunakan situs kencan adalah tahun lalu, saat masih di Denmark. Ketika saya masih jadi serial dater , lalu lelah sendiri sampai akhirnya bertemu seseorang yang menurut saya ' the one' . Sayangnya karena saat itu tahu harus LDR, kami sama-sama sepakat untuk putus hubungan. Sedih, patah hati, lalu malas mencari lagi, karena menurut saya cowok Eropa Utara itu rata-rata  untouchable dan sangat tertutup. Makanya saat bertemu si the one , saya tidak tertarik mengenal cowok mana pun lagi. Asal kalian tahu, mencari cowok yang kalian mau di Eropa Utara itu susah. Berbeda halnya jika kalian ke Barat, mungkin sudah jadi bahan rebutan alias mudah saja mendapatkan pasangan. Mengapa, karena cowok Barat lebih terbuka, berani, dan penasaran dengan identitas kalian. Asal dari mana, lagi apa di negara mereka, sudah berapa lama? Pokoknya mudah diajak diskusi dan jalan. Kali ini ...

Mengurus Anak Lebih Mudah Ketimbang Mengurus Tanaman

Estimasi Waktu Baca:
Beberapa waktu yang lalu saya melihat Instagram Story seorang teman berkata bodoh, “kelihatannya lebih mudah mengurus tanaman ya daripada mengurus anak”. Saya menahan napas sejenak. Lalu rasanya ingin saya kuncit mulut doi dan jambak rambutnya.  Segitunya saya, karena si teman ini guru TK dan mantan au pair juga. Yang saya tahu, anak-anak yang pernah diurusnya berusia 4-6 tahunan. Mungkin karena host kids -nya sudah cukup mandiri, makanya doi anteng saja mengajak main, mendadani, atau memberi makan. Beres. Saya sudah tiga kali jadi au pair dan anak-anak yang saya urus usianya beragam, mulai dari 3 minggu sampai 12 tahun. Jam terbang saya tentu saja lebih tinggi karena pengalaman mengasuh anak lebih banyak, terutama bayi. Sebagai informasi juga, saya pernah jadi guru TK selama lebih dari setahun setengah. Kalau disuruh memilih antara mengurus tanaman atau anak, tentu saja saya ingin menjerit lebih baik mengurus tanaman. Si tanaman tidak perlu kalian gendong, suapi, mandikan, a...