Langsung ke konten utama

Salju Pertama di Belgia

Estimasi Waktu Baca:

Desember 2014, newsfeed Facebook saya dibanjiri posting-an teman au pair Indonesia di Belgia yang begitu bahagianya bisa melihat dan merasakan langsung salju di musim dingin tahun kemarin. Bukan hanya mereka, tapi saya pun ikut bahagia dengan keceriaan musim dingin di penghujung tahun. Sebenarnya warga Belgia sendiri juga agak ragu apakah salju akan turun, mengingat suhu di musim gugur yang abnormal alias 'terlalu' panas dari suhu biasanya. Masuk awal-awal musim dingin pun, matahari sedang senangnya bersinar terik walau kadang disertai angin kencang saat tengah hari.

Natal tahun kemarin saya tidak ikut agenda host family liburan ski ke Austria. Cukup menyenangkan juga karena rumah sedang kosong dan jam kerja saya yang ikut ditiadakan. Walaupun tidak terlalu mengharapkan salju akan turun, tapi sepertinya tinggal di Eropa tidak terasa "empat musimnya" kalau belum bisa merasakan sendiri wujud si es halus alami itu. 

Sehari sebelumnya, seorang teman mendengarkan berita di radio dan mengabarkan kalau besok akan turun salju. Agak tidak percaya juga karena di hari itu walaupun matahari tidak terik bersinar, tapi cerah-cerah saja. Tidak ada tanda-tanda besok akan turun salju yang katanya bisa jadi seharian.

Tapi, selamat datang di Belgia dimana cuacanya sangat labil dan sulit sekali ditebak! Hari ini bisa hujan, besok bisa sangat panas. Atau hari ini bisa jadi sangat cerah, besok-besoknya salju turun dengan sangat derasnya.

Dua hari setelah Natal, saya dan Alin, teman au pair asal Bogor yang kebetulan sedang menginap di Laarne, akhirnya kegirangan karena berita di radio ternyata benar! Hari itu tepat Sabtu, hari di saat semua au pair yang sedang menikmati day off akan bangun siang dan menikmati hari dengan bermalas-malasan ria. Saat saya dan Alin bangun dan sarapan, setengah jam kemudian ternyata salju benar-benar turun dengan lembut dan perlahan.


Sebelum keluar rumah dan foto-foto, kita masih menikmati salju yang terlihat sangat cantik dari dalam rumah. Thank God, I met my first snow! Alin juga senang sekali karena ternyata justru di tahun kedua inilah dia juga baru bisa melihat dan merasakan salju secara langsung. Alin pernah tinggal di Belanda sebagai au pair dua tahun lalu, tapi nyatanya musim dingin disana terlalu hangat.

Walaupun salju terus turun dari pagi sampai malam, tapi karena frekuensinya tidak terlalu deras, salju yang menumpuk di jalanan pun tidak terlalu tebal. Meskipun kita sebagai orang tropis merasa sangat bahagia dengan tumpukan salju yang sepertinya empuk sekali, namun tumpukan salju di jalan juga sangat membahayakan pengendara mobil. Seorang teman Belgia pernah mengatakan kalau salju deras yang terus-terusan turun sepanjang hari biasanya bisa sampai bersenti-senti meter tebalnya.


"Kalian yang belum pernah lihat salju atau anak-anak Belgia sendiri, memang akan sangat senang saat salju turun karena bisa membuat boneka salju. Tapi sekarang, saya sangat mengutuki salju yang turun karena bisa jadi sangat berbahaya dan merepotkan kalau sudah setebal betis," katanya.


Walaupun salju yang turun tidak terlalu banyak dan besoknya cuaca sudah cerah kembali, tapi setidaknya kami sudah berekspresi ria di hari itu. Meskipun juga boneka salju yang dibuat tidak bisa sekeren yang ada difilm-film kartun, tapi saya juga tidak bisa membayangkan harus berperang melawan hujan salju setiap hari. Suhu -10 yang kami rasakan saat itu cukup sukses membuat tangan membeku tiap kali mengambil foto. Salju yang turun juga membuat malas untuk keluar rumah lebih jauh karena nyatanya foto yang diambil hanya sekitar pekarangan saja.


It was a perfect winter for me! I saw snow, made a snowman (Alin's handmade actually), and melted in my noodle afterward!
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bule Ketemu Online, Bisakah Serius?

Estimasi Waktu Baca:
( PERHATIAN!!! SAYA BANYAK SEKALI MENERIMA TESTIMONIALS SOAL COWOK-COWOK DARI INGGRIS YANG MEMINTA ALAMAT SI CEWEK YANG DIKENAL VIA ONLINE. FYI , HAMPIR SEMUA MODUS PENIPUAN SEPERTI INI BERASAL DARI INGGRIS DAN AMERIKA! JANGAN PERNAH TERTIPU KEMASAN KULIT PUTIHNYA, KARENA BISA JADI YANG KALIAN AJAK CHATTING -AN ATAU VIDEO CALL -AN ITU ADALAH PENIPU !! JANGAN PERNAH BERI DATA DIRI SEPERTI NAMA LENGKAP, ALAMAT, SERTA NOMOR IDENTITAS ATAU KARTU KREDIT KE ORANG-ORANG ASING LEWAT DUNIA DIGITAL! BE SMART, BE AWARE, AND PLEASE JANGAN DULU BAPERAN KALO ADA YANG MENGAJAK NIKAH PADAHAL BARU SEMINGGU KENAL!!!) Selain berniat jadi au pair, ternyata blog saya banyak dikunjungi oleh cewek-cewek Indonesia yang ingin pacaran atau sedang dekat dengan bule. Gara-gara tulisan tentang cowok Eropa dan cowok Skandinavia , banyak pembaca blog yang mengirim surel ke saya dan curhat masalah cintanya dengan si bule. Aduh, padahal saya jauh dari kata "ahli" masalah cinta-cintaan. Saya sebetu...

Mempelajari Karakter Para Cowok di Tiap Bagian Eropa

Estimasi Waktu Baca:
*I talk a lot about European boys in this blog, but seriously, this is always the hottest topic for girls! ;) Oke, salahkan pengalaman saya yang jadi serial dater  selama tinggal di Eropa. Tapi gara-gara pengalaman ini, saya juga bisa bertemu banyak orang baru sekalian mempelajari karakter mereka. Cowok-cowok yang saya temui ini juga tidak semuanya saya kencani. Beberapa dari mereka saya kenal saat workshop, festival, ataupun dari teman. Beruntung sekali, banyak juga teman-teman cewek yang mau menceritakan pengalamannya saat berkencan dari cowok ini, cowok itu, and all of them have wrapped up neatly in my head! Secara umum, tulisan yang saya ceritakan disini murni hasil pengalaman pribadi, pengalaman teman, ataupun si cowok yang menilai bangsanya secara langsung. Letak geografis Eropanya mungkin sedikit rancu, tapi saya mengelompokkan mereka berdasarkan jarak negara dan karakter yang saling berdekatan. Kita semua benci stereotipe, tapi walau bagaimana pun kita teta...

7 Kebiasaan Makan Keluarga Eropa

Estimasi Waktu Baca:
Tiga tahun tinggal di Eropa dengan keluarga angkat, saya jadi paham bagaimana elegan dan intimnya cara makan mereka. Bagi para keluarga ini, meja makan tidak hanya tempat untuk menyantap makanan, tapi juga ajang bertukar informasi para anggota keluarga dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Selain table manner , orang Eropa juga sangat perhatian terhadap nilai gizi yang terkandung di suatu makanan hingga hanya makan makanan berkualitas tinggi. Berbeda dengan orang Indonesia yang menjadikan meja makan hanya sebagai tempat menaruh makanan, membuka tudung saji saat akan disantap, lalu pergi ke ruang nonton sambil makan. Selama tinggal dengan banyak macam keluarga angkat, tidak hanya nilai gizi yang saya pelajari dari mereka, tapi juga kebiasaan makan orang Eropa yang sebenarnya sangat sederhana dan tidak berlebihan. Dari kebiasaan makan mereka ini juga, saya bisa menyimpulkan mengapa orang-orang di benua ini awet tua alias tetap sehat menginjak usia di atas 70-an. Kuncinya, pola ...

First Time Au Pair, Ke Negara Mana?

Estimasi Waktu Baca:
Saya ingat betul ketika pertama kali membuat profil di Aupair World, saya begitu excited memilih banyak negara yang dituju tanpa pikir panjang. Tujuan utama saya saat itu adalah Selandia Baru, salah satu negara impian untuk bisa tinggal. Beberapa pesan pun saya kirimkan ke host family di Selandia Baru karena siapa tahu mimpi saya untuk bisa tinggal disana sebentar lagi terwujud. Sangat sedikit  host family dari sana saat itu, jadi saya kirimkan saja aplikasi ke semua profil keluarga yang ada. Sayangnya, semua menolak tanpa alasan. Hingga suatu hari, saya menerima penolakan dari salah satu keluarga yang mengatakan kalau orang Indonesia tidak bisa jadi au pair ke Selandia Baru. Duhh! Dari sana akhirnya saya lebih teliti lagi membaca satu per satu regulasi negara yang memungkinkan bagi pemegang paspor Indonesia. Sebelum memutuskan memilih negara tujuan, berikut adalah daftar negara yang menerima au pair dari Indonesia; Australia (lewat Working Holiday Visa ) Austria Ame...

Norwegia, Negara Sarat Nepotisme

Estimasi Waktu Baca:
Entah sebuah kebetulan atau tidak, cerita au pair saya di 3 negara selalu dimulai dari mengasuh anak balita. Di Belgia , saya dihadapkan dengan anak usia 2 tahun yang sedang giat-giatnya tantrum dan keras kepala. Di Denmark lebih seru lagi, mengasuh bayi usia 4 bulan yang tak cuma seorang, namun kembar! Di Norwegia, tugas saya lebih menantang karena harus jadi au pair, mama pengganti, kakak, serta pengasuh untuk bayi yang usianya saat itu baru 3 minggu, serta si kakak yang belum menginjak 2 tahun. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan saya sebagai au pair yang selalu dibayang-bayangi tangisan dan tantrum dari para balita dengan karakter mereka yang berbeda-beda. Sebagai orang tua yang punya anak balita, apalagi masih bayi, adalah normal rasanya untuk memastikan bahwa anak yang kita titipkan ke au pair baik-baik saja. Apalagi au pair ini hanyalah gadis asing yang asalnya (kebanyakan) dari negara ketiga yang tak punya kompetensi panjang sebagai nanny . Mereka tak pernah dilatih untuk ...